iklan nuffnang

Kisah Wali Songo 8 (Sunan Kudus)

Khamis, 3 Disember 2009 ·

Kisah Wali Songo 8 (Sunan Kudus)
Sunan Kudus


Nama aslinya Ja'far Sodiq. Putra dari Raden Usman Haji yang lebih
dikenal dengan sebutan Sunan Ngudung. Di masa hidupnya Sunan Kudus
mengajarkan agama Islam di Kudus dan sekitarnya, terutama di daerah pesisir
utara.
Beliau disebut Waliyyul Ilmi karena menguasai berbagai pengetahuan
ilmu agama Islam. Beliau ulama besar yang ahli di bidang Tauhid, Ushul
Hadits, Sastra Mantiq (logika) dan pengetahuannya tentang Fikih sangat dalam.
Di samping itu beliau dikenal sebagai salah seorang pujangga yang
berinisiatif mengarang cerita-cerita pendek yang berisikan filsafat dan
nafas agama.
Sunan Kudus adalah senopatinya para wali, beliaulah yang
melaksanakan hukuman mati atas diri Syeh Siti Jenar yang tersesat. Beliau
pula yang menjadi Senopati Demak Bintoro sewaktu berperang melawan kerajaan
Majapahit.
Menurut legenda di kalangan masyarakat, nama kudus berasal dari
pengalaman Raden Ja'far Sodiq ketika belajar agama dan naik haji ke Mekkah.
Dahulu, Raden Ja'far Sodiq pergi naik haji sambil menuntut ilmu di
negeri Arab. Pada suatu ketika di Tanah Arab berjangkit wabah penyakit yang
membahayakan. Namun atas jasa Ja'far Sodiq wabah penyakit itu dapat
dilenyapkan. Seorang Raja Arab bermaksud memberinya hadiah berupa harta
benda, tapi Ja'far Sodiq menolak dan hanya minta sebuah batu sebagai
kenang-kenangan. Batu tersebut berasal dari Baitul Makdis di Palestina,
Baitul Makdis sering pula disebut Masjid Kudus. Demikianlah, Ja'far Sodiq
kemudian kembali ke Tanah Jawa dan tempatnya mengajarkan ilmu agama
kemudian, disebut Kudus sehingga beliau lebih dikenal sebagai Sunan Kudus.
Sunan Kudus ini sangat sakti, pada suatu hari ada salah seorang
pendekar yang merasa iri atas kebesaran nama Sunan Kudus. Pendekar itu
berasal dari Kedu sehingga orang menyebutnya Ki Ageng Kedu. Ki Ageng Kedu
sengaja datang ke Kudus dengan mempergunakan kesaktiannya yang tinggi. Dia
mempunyai ilmu peringan tubuh yang sempurna sehingga dapat terbang di atas
sebuah Tampah.
Sesampainya di Kudus dia tidak langsung menghadap Sunan Kudus
melainkan berputar-putar di atas atap rumah para penduduk. Murid-murid Sunan
Kudus segera melaporkan hal ini. Sunan Kudus pun keluar dari dalam rumahnya.
"Sombong itu watak iblis, Ki Ageng Kedu ! Kau sengaja memamerkan
kesaktian di tempat yang salah. Betapa kotor hatimu !" demikian kata Sunan
Kudus sembari menudingkan tangannya ke arah Ki Ageng Kedu yang terbang
melayang-layang di udara.
Seketika Tampah yang dikendarai Ki Ageng Kedu meluncur turun ke
bawah dan jatuh ke tanah becek dan kotor, sehingga tubuh dan pakaian Ki
Ageng Kedu menjadi kotor. Tempat Ki Ageng Kedu jatuh itu hingga sekarang
disebur Jember dari kata Ngecember yang artinya becek.
Ada juga cerita yang aneh. Suatu hari Sunan Kudus memakan ikan lele,
kemudian setelah tinggal kepala dan tulangnya, ikan itu dibuang ke sumur,
ikan yang tinggal kepala dan tulangnya itu secara ajaib dapat hidup lagi.
Sebagai Senopati kerajaan Demak, Sunan Kudus pernah diberi tugas
untuk mengatasi seorang murid Siti Jenar yang tidak mau tunduk kepada
panggilan Raden Patah selaku Raja Demak.
Murid Siti Jenar itu bernama Ki Ageng Pengging, nama aslinya Kebo
Kenanga. Dia adalah cucu Raja Pengging yang bernama Prabu Handayaningrat,
Prabu Handayaningrat itu menantu Raja Majapahit.
Mula-mula Patih Wanasalam dari Demak sudah pernah mengingatkan akan
sikap Ki Ageng Pengging yang tidak mau menghadap ke Demak. Sikap itu dapat
dianggap sebagai pembangkangan atau memberontak. Namun atas saran Patih
Wanasalam Ki Ageng Pengging masih diberi waktu tiga tahun untuk merenungkan
sikapnya yang salah itu.
Setelah waktu tiga tahun ternyata Ki Ageng Pengging masih belum mau
menghadap ke Demak juga. Maka Raden Patah kemudian mengutus Sunan Kudus
untuk datang ke Pengging atau Pajang.
Persoalan Ki Ageng Pengging ini cukup rumit. Dia sehari-hari hanya
dikenal sebagai seorang petani biasa, seorang petani yang juga merangkap
guru agama berfahamkan Manunggaling Kawula Gusti karena dia adalah murid
Siti Jenar.
Sunan Kudus merasa tidak pantas membawa sejumlah pasukan kerajaan ke
Pengging. Maka dia mengajak tujuh orang muridnya yang pilihan. Mereka hanya
mengenakan pakaian biasa, padahal kemampuannya mereka lebih hebat dari
sepuluh prajurit biasa.
Walaupun Ki Ageng Pengging tidak mempunyai bala tentara yang kuat
tapi dia mempunyai kekuatan tersembunyi, di lubuk hati bekas senopati,
perwira dan prajurit kerajaan Pengging yang sekarang telah berubah menjadi
petani semua. Jelasnya para petani itu sewaktu-waktu dapat mempergunakan
keahlian mereka selaku prajurit kerajaan bila sewaktu-waktu Ki Ageng
Pengging di ganggu orang.
Sepuluh hari sebelum Sunan Kudus datang ke Pengging. Saudara Ki
Ageng Pengging yang bernama Ki Ageng Tingkir meninggal dunia. Jadi Ki Ageng
Pengging masih dalam suasana duka cita dan lebih banyak mengurung diri di
dalam kamarnya.
Ki Ageng Tingkir adalah saudara seperguruan Ki Ageng Pengging
sewaktu berguru kepada Siti Jenar. Jadi Ki Ageng Pengging merasa sangat
kehilangan ditinggal orang yang sefaham dengan dirinya.
Perjalanan Sunan Kudus dan murid-muridnya, sampai di utara Kali
Cemara, karena kemalaman mereka menginap di dalam hutan dengan membuat kemah.
Pada malamnya harinya Sunan Kudus memerintahkan muridnya untuk
membunyikan Bende Kyai Sima yang dibawa dari Demak. Bende itu adalah barang
pusaka peninggalan mertua Sunan Kudus.
Ketika Bende dipukul bunyinya mengaum seperti singa. Suara auman itu
sampai terdengar ke desa-desa sekitarnya sehingga para penduduk desa merasa
ketakutan.
Esok harinya para penduduk desa masuk ke dalam hutan untuk membunuh
harimau atau singa yang semalam mengganggu tidur mereka. Tapi mereka tidak
menemukan singa yang dicarinya. Hanya bertemu dengan Sunan Kudus beserta
muridnya.
"Apakah Tuan tidak mendengar suara harimau mengaum semalam ?" tanya
tetua desa.
"Tidak !" jawab Sunan Kudus. "Andai kata kami melihat harimau tentu
kami tidak berani bermalam di sini dan segera lari ke desa."
"Sungguh mengherankan, kami tidak tidur semalaman karena kuatir
harimau itu datang ke desa kami," kata tetua desa.
"Kalau begitu namakan saja desamu ini Desa Sima (harimau) karena kau
mendengar suara harimau padahal tidak ada harimau sama sekali," kata Sunan
Kudus.
Penduduk desa menurut dan Sunan Kudus pun meneruskan perjalanannya
ke Pengging. Sampailah mereka di sebuah sungai yang airnya keruh. Murid
Sunan Kudus yang sudah kehausan bermaksud meminum air sungai itu. Tapi Sunan
Kudus melarangnya.
"Jangan minum air di sini, air sungai ini terlalu butek (keruh),"
kata Sunan Kudus. Dan hingga sekarang sungai itu dinamakan Sungai Butek atau
Kali Butek.
Perjalanan dilanjutkan, tidak beberapa lama kemudian tibalah mereka
di Desa Pengging. Murid-murid Sunan Kudus berhenti di tepi desa, sedang
Sunan Kudus berjalan seorang diri menuju rumah Ki Ageng Pengging.
Sampai di pintu rumah dia disambut oleh pelayan wanita.
"Siapakah Tuan ini ?" tanya pelayan.
"Saya utusan Tuhan, datang dari Kudus hendak bertemu dengan Ki Ageng
Pengging."
"Ki Ageng tidak dapat menemui siapapun," kata pelayan itu.
"Kalau memang Ki Ageng Pengging itu sudah masuk Islam, pasti dia
tidak menolak tamu yang datang, justru akan menghormati setiap tamu yang
datang. Katakan hal ini kepadanya."
Pelayan itu masuk dan mengatakan apa yang diucapkan Sunan Kudus. Ki
Ageng Pengging menyuruh pelayan itu menyilakan Sunan Kudus masuk ke ruang
tamu. Ki Ageng menyuruh istrinya membuat jamuan.
Setelah saling memberi salam dan bertegur sapa, Sunan Kudus
menyampaikan maksud kedatangannya, yaitu menyampaikan pesan Sultan Demak.
"Wahai Ki Ageng, saya diutus Sultan Demak untuk menanyakan mana yang
kau pilih; di luar atau di dalam ? diatas atau dibawah ?"
Ucapan Sunan Kudus itu adalah bahasa kiasan. Maksud yang sebenarnya
adalah Ki Ageng Pengging disuruh menyatakan ketegasan sikapnya bahwa dia
berada di dalam wilayah kekuasaan Demak atau menyatakan keluar dari Demak
atau lepas dari kekuasaan Demak.
Yang dimaksud di atas atau di bawah artinya Ki Ageng Pengging
disuruh menjawab dia lebih suka menjadi Raja atau menjadi Rakyat, menjadi
bawahan Demak atau Demak yang harus tunduk kepadanya.
"Sangat membingungkan kalau saya disuruh memilih," kata Ki Ageng
Pengging. "Karena luar dalam, atas bawah adalah miliku. Saya terpaksa
memilih semuanya."
"Itu serakah namanya," sahut Sunan Kudus.
"Terserah kau," kata Ki Ageng Pengging. "Bila kau pikir aku ini
Allah, memang aku ini Allah. Bila kau anggap aku ini santri, aku memang
santri. Bila kau anggap aku ini raja aku ini memang keturunan raja. Bila kau
anggap aku ini rakyat aku memang rakyat jelata."
"Kau dan aku dapat mati selama hidup dan hidup selama mati.
Buktikanlah, aku ingin melihat," sahut Sunan Kudus.
Dalam perdebatan itu tak ada yang mau mengalah. Akhirnya Ki Ageng
Pengging harus menerima hukuman dari Sultan Demak dan juga keputusan para
wali, yaitu berusaha menghilangkan ajaran Siti Jenar yang sesat. Ki Ageng
Pengging ditusuk dengan keris kecil pada sikunya. Tak ada darah mengalir
tapi Ki Ageng Pengging menemui ajalnya dalam keadaan duduk bersila.
Ketika istri Ki Ageng Pengging datang menghidangkan jamuan dia
terkejut mendapati suaminya sudah tidak bernafas lagi. Sementara Sunan Kudus
sudah mengajak murid-muridnya pulang ke Demak.
Nyai Ageng Pengging menjerit sejadi-jadinya sehingga seluruh
Pengging menjadi gempar. Para penduduk bekas prajurit dan senopati segera
mengejar Sunan Kudus dan murid-muridnya.
Mengetahui dirinya sedang dikejar dua ratus orang, Sunan Kudus malah
berhenti di bawah sebuah pohon sembari menunggu kedatangan para penduduk
Pengging. Setelah dekat Sunan Kudus membunyikan Bende Kyai Sima, lalu
terjadilah keajaiban. Tiba-tiba muncul ribuan prajurit Demak yang berjalan
ke arah barat dan utara. Tapi penduduk Pengging tidak merasa takut, terus
dikejarnya Sunan Kudus dan para muridnya. Sunan Kudus berkata, "Sudahlah
jangan turut campur. Kalian rakyat jelata tidak mempunyai persoalan. Adapun
junjungan kalian itu memang sengaja memberontak terhadap Demak Bintoro."
Lalu Sunan Kudus memerintahkan ribuan prajurit yang berasal dari
Bende Kyai Sima bergerak ke timur tetapi tidak lama kemudian para prajurit
Demak berjumlah ribuan itu tiba-tiba lenyap begitu saja.
Penduduk Pengging merasa bingung, sebagaian besar malah hilang
akalnya. Sunan Kudus merasa kasihan, maka dikembalikan keadaan mereka
seperti semula. Setelah sadar para penduduk Pengging itu tidak berani lagi
mengejar Sunan Kudus. Mereka kembali ke Pengging.

0 ulasan:

iklan etoro

iklan paypal

Pilih Siaran radio anda

 

 

klik "STOP" untuk hentikan siaran radio. Semoga terhibur.

Mengenai Saya

Foto saya
Bandar jengka, pahang, Malaysia