iklan nuffnang

Kisah Wali Songo 3.1 (Sunan Giri)

Khamis, 3 Disember 2009 ·

Kisah Wali Songo 3.1 (Sunan Giri)
Sunan Giri


I. Ayah dan Ibu Sunan Giri


Al-kisah di kerajaan Blambangan yang diperintah oleh Prabu Menak
Sembuyu sedang dilanda wabah penyakit. Wabah penyakit itu sampai merambat ke
istana dan putri Raja Blambangan yang bernama Retna Dewi Kasiyan turut
terserang juga.
Prabu Menak Sembuyu dan Permaisurinya gelisah. Sudah beberapa hari
sang putri tidak sadarkan diri. Sedang rakyat Blambangan makin hari makin
banyak yang meninggal dunia. Ibarat esok sakit maka sorenya mereka meninggal
dunia.
Prabu Menak Sembuyu kemudian mengutus patihnya yang bernama Bajul
Sengara untuk mencari orang sakti agar bisa mengusir wabah penyakit dan
menyembuhkan penyakit putrinya. Segala dukun dan tabib sudah dihubungi tapi
sang putri masih belum sembuh juga. Meski demikian Patih Bajul Sengara tidak
berputus asa, dia terus berkelana untuk mencari orang sakti. Melintas
jurang, menembus hutan.
Pada suatu hari Patih Bajul Sengara sampai ke puncak gunung. Bertemu
dengan seorang pertapa bernama Resi Kandabaya. Resi Kandabaya terkenal akan
kesaktian dan ketinggian ilmunya. Konon Resi Kandabaya ini salah seorang
yang waskita. Dia sudah tahu maksud tujuan Patih Bajul Sengara sebelum patih
itu mengutarakan maksud kedatangannya.
Maka begitu Patih Bajul Sengara duduk bersimpuh di hadapan Resi
Kandabaya, resi itu menyuruhnya pulang kembali. "Aku tak mampu menyembuhkan
Dewi Kasiyan dan mengusir wabah penyakit di Blambangan. Hanya seorang yang
dapat melakukan hal itu, yaitu seorang pertapa yang saat ini berada di
sebuah gua, terletak di bawah pohon beringin di pintu gerbang perbatasan
kerajaan Blambangan."
"Terima kasih atas petunjuk Bapa Resi," kata Patih Bajul Sengara
dengan hati lega.
"Sampaikan salamku bila kamu bertemu dengan pertapa itu," sambung
Resi Kandabaya.
"Akan saya sampaikan," kata Patih Bajul Sengara sembari menunduk
penuh hormat kemudian berpamit minta diri.
Benar kata Resi Kandabaya, ketika Patih Bajul Sengara menggali tanah
dibawah pohon beringin perbatasan kerajaan Blambangan, tampak sebuah gua.
Disana ada sebuah cahaya berkilauan, ketika patih itu mendekat ternyata
berasal dari wajah seseorang yang sedang bersila, tafakur sembari berdzikir
menyebut asma Allah.
Pertapa itu mengenakan baju serba putih, wajahnya tampan dan bersih
serta bercahaya. Setelah mengetahui kedatangan Patih Bajul Sengara, pertapa
itu meletakkan tasbihnya.
"Ada apa Kisanak datang kemari ?" tanya pertapa itu.
"Saya menghaturkan salam Resi Kandabaya." kata Patih Bajul Sengara.
"Dan... juga menyampaikan permintaan Prabu Menak Sembuyu agar Tuan suka
mengobati putrinya yang sedang sakit."
"Juga mengusir wabah penyakit yang melanda Blambangan ?" sambung
pertapa itu.
"Benar Tuan," ujar Patih Bajul Sengara.
"Katakan kepada rajamu, namaku Maulana Ishak. Aku bersedia
menyembuhkan putri Prabu Menak Sembuyu dan mengusir wabah penyakit yang
melanda Blambangan asal saja Prabu Menak Sembuyu bersedia masuk Islam."
Patih Bajul Sengara kemudian kembali ke istana Blambangan
menyampaikan syarat yang diajukan Syeh Maulana Ishak. Ternyata Prabu Menak
Sembuyu bersedia menerima syarat itu. Bahkan siapa saja yang bisa
menyembuhkan putrinya akan dijodohkan dengan putrinya itu, kalau perempuan
akan diambil saudara.
Setelah mendengar kesediaan Prabu Menak Sembuyu, Patih Bajul Sengara
kembali ke gua menemui Maulana Ishak. Pertapa itu diajaknya ke istana
Blambangan.
Raja Blambangan menyambut gembira kedatangan Syeh Maulana Ishak.
Bersama-sama kemudian diajaknya Maulana Ishak ke kamar Dewi Kasiyan. Putri
yang cantik jelita itu terbaring lemah dengan wajah pucat dan mata terpejam
di atas pembaringan.
Syeh Maulana Ishak mengambil air wudlu, kemudian shalat dua rakaat,
setelah berdoa dia meniup dahi dan kepala Dewi Kasiyan sebanyak tiga kali.
Ajaib, putri Raja Blambangan itu seketika sembuh seperti sedia kala.
Raja dan permaisuri sangat gembira. Saking gembiranya Prabu Menak Sembuyu
kemudian memanggil patihnya agar memberitahukan kepada khalayak ramai bahwa
Maulana Ishak diambil menantu, diberi kedudukan sebagai adipati dan seluruh
rakyat Blambangan agar masuk Islam.
Kemudian diadakanlah pesta besar-besaran untuk merayakan perkawinan
antara Syeh Maulana Ishak dengan Dewi Kasiyan. Dalam suasana yang riang
gembira itu justru Syeh Maulana Ishak bersedih hati, karena hidangan yang
disediakan dalam pesta itu berupa makan-makanan yang menjijikkan seperti
babi hutan, cacing, ular, kadal, panggang kodok, anjing dan hewan-hewan
haram lainnya.
Syeh Maulana Ishak kemudian berdoa. Tidak beberapa lama kemudian
terjadi keajaiban, hewan-hewan yang sudah dimasak itu tiba-tiba hidup lagi
dan berloncatan kesana kemari sehingga suasana pesta jadi hiruk pikuk. Dalam
keadaan demikian Syeh Maulana Ishak dan Dewi Kasiyan pulang ke tempat
tinggalnya yang tidak jauh dari Istana Blambangan. Tidak ada satupun makanan
yang disentuh oleh Syeh Maulana Ishak.
Esok harinya Syeh Maulana Ishak menghadap Prabu Menak Sembuyu. Raja
sudah tak sabar agar Syeh Maulana segera menyingkirkan wabah penyakit yang
melanda kerajaan Blambangan.
Syeh Maulana Ishak kemudian berkata,"Penyakit merajalela di
mana-mana karena rakyat Blambangan kurang menjaga kebersihan. Saya lihat
penduduk banyak yang buang hajat di sembarang tempat. Di pekarangan, di
ladang-ladang bahkan di tepi jalanan. Juga kebiasaan makan-makanan yang
mengandung racun. Cara mengatasinya tidak lain adalah membiasakan hidup
bersih dan jangan makan daging hewan beracun."
Raja percaya akan ucapan Syeh Maulana Ishak, Patih Bajul Sengara
disuruh menyampaikan kepada seluruh rakyat untuk melaksanakan nasehat Syeh
Maulana Ishak. Di samping itu Syeh Maulana Ishak juga memberikan beberapa
ramuan untuk mengobati penduduk yang terlanjur sakit. Maka tidak begitu lama
wabah penyakit di Blambanganpun lenyap.
Sementara itu Dewi Kasiyan sudah hamil tujuh bulan. Agaknya rakyat
Blambangan tidak tahan untuk membiasakan hidup bersih seperti anjuran Syeh
Maulana Ishak. Mandi sehari dua kali dirasa sebagai siksaan bagi mereka,
karena mereka sudah biasa mandi selama tiga atau empat hari sekali. Mereka
juga tidak dapat meninggalkan kebiasaan makan daging tikus, ular, cacing,
kodok, babi hutan, ulat dan beberapa hewan haram lainnya. Maka ketika
kebiasaan buruk itu dijalankan lagi ada tanda-tanda berjangkitnya penyakit
menular lagi.
Di samping itu, Syeh Maulana Ishak melihat gelagat kurang baik dari
Patih Bajul Sengara. Orang itu sepertinya merasa iri dan dendam kepadanya.
Beberapa kali Syeh Maulana Ishak diserang dengan menggunakan ilmu hitam
(santet) tapi serangan itu tidak membawa hasil.
Pada suatu hari, Syeh Maulana Ishak berpamit kepada istrinya. "Aku
akan pergi ke negeri Pasai. Bukannya aku takut berhadapan dengan Patih Bajul
Sengara dan para prajurit Blambangan, tapi aku tidak ingin terjadi
pertumpahan darah di antara kita. Maka relakanlah aku pergi istriku. Bila
anak kita laki-laki namakan saja Raden Paku. Bila perempuan terserah kau."
Hanya beberapa saat saja setelah Syeh Maulana Ishak naik kapal layar
meninggalkan Blambangan, rumah kediamannya di kepung oleh ratusan prajurit
yang dipimpin oleh Patih Bajul Sengara.
Tapi Patih Bajul Sengara dan anak buahnya kecele, mereka hanya
mendapatkan Dewi Kasiyan seorang diri di dalam rumahnya. Patih Bajul
Sengara, kemudian memerintahkan prajurit Blambangan mengejar Syeh Maulana
Ishak. Tetapi terlambat, kapal layar yang ditumpangi Syeh Maulana Ishak
sudah berada di tengah lautan.
Dengan hati kesal Patih Bajul Sengara membawa para prajuritnya ke
Istana Blambangan. Dia melaporkan kegagalan tugas membunuh Syeh Maulana Ishak.
"Tidak mengapa !" kata Prabu Menak Sembuyu. "Yang penting orang itu
telah meninggalkan Blambangan."
Ya, atas hasutan Patih Bajul Sengara, Raja Blambangan telah keluar
dari agama Islam. Mereka hanya berpura-pura masuk Islam. Sebenarnya mereka
membenci Islam yang melarang makan babi, ular, cacing, dan binatang-binatang
haram lainnya.
Tidak beberapa lama sepeninggal Syeh Maulan Ishak, Blambangan di
landa wabah penyakit lagi. Pendudukpun panik, segala upaya dikerahkan untuk
mengusir wabah penyakit itu, tapi usaha ke arah itu tidak menunjukkan hasil.
"Gusti Prabu !" kata Patih Bajul Sengara kepada Prabu Menak Sembuyu.
"Wabah penyakit ini tidak lain adalah akibat anak yang dikandung oleh Dewi
Kasiyan. Dewa-dewa telah murka karena Dewi Kasiyan mengandung anak orang
asing yang bermaksud mengganti agama kita. Bila anak itu lahir baiknya kita
bunuh saja !"
"Apakah betul begitu Patih ?" tanya Prabu Menak Sembuyu ragu. "Pasti
karena jabang bayi yang dikandung Dewi Kasiyan, Prabu !" Patih Bajul Sengara
mencoba meyakinkan hasutannya.
Tentu saja Dewi Kasiyan yang mendengar ucapan Patih Bajul Sengara
itu menangis menjadi-jadi. Dia mencoba memprotes tapi Prabu Menak Sembuyu
agaknya lebih mendengarkan suara patihnya daripada mendengar gugatan putrinya.
Setelah tiba waktunya lahirlah anak laki-laki dari rahim Dewi
Kasiyan. Wajahnya elok dan bercahaya. Dewi Kasiyan mendekap anak yang baru
dilahirkannya itu erat-erat manakala anak buah Patih Bajul Sengara bermaksud
merebut dan membunuh bayinya.
Sebenarnya timbul rasa suka pada hati Prabu Menak Sembuyu ketika
melihat wajah tampan cucunya itu. Tapi dia terlanjur menyetujui rencana
patihnya, maka dia hanya dapat melihat saja kejadian itu.
"Rama Prabu," kata Dewi Kasiyan kepada ayahnya. "Lebih baik bunuh
saja saya daripada anak yang tidak berdosa ini jadi korban !"
"Putriku, bayi ini adalah penyebar wabah penyakit, relakanlah Patih
Bajul Sengara untuk membunuhnya." kata Prabu Menak Sembuyu.
"Tidak ! Itu hanya fitnah saja ! Kalau Rama Prabu bersikeras hendak
membunuh anak ini saya akan membunuh diri lebih dulu !" Prabu Menak Sembuyu
terkejut mendengar kebulatan hati anaknya itu.
"Dengan adanya bayi itu maka wabah penyakit makin merajalela. Kita
semua akan binasa karenanya. Anak itu harus dilenyapkan !" kata Patih Bajul
Sengara sengit.
"Kau harus berkorban demi kepentingan orang banyak anakku." ujar
Prabu Menak Sembuyu.
"Tidak ! Kalau mau membunuh anak ini. Bunuh pula saya selaku ibunya
!" pekik Dewi Kasiyan.
Keduanya sama-sama bersikeras pada pendirian masing-masing. Akhirnya
ditempuh jalan tengah. Si jabang bayi akan dilarung ke tengah samudra.
Artinya bayi itu akan dimasukkan ke dalam peti kemudian dibuang ke tengah
lautan.
Dewi Kasiyan tak dapat menolak lagi.
"Bila Dewa menghendakinya hidup maka anak itu akan ditolong
seseorang. Bila Dewa menghendakinya mati maka anak itu akan ditelan
samudra." demikian putusan akhir Prabu Menak Sembuyu.
Beberapa hari kemudian rencana itu dilaksanakan Dewi Kasiyan turut
serta dalam upacara pembuangan bayi itu. Sebelum dilempar ke tengah laut
Dewi Kasiyan mencium anaknya itu berkali-kali. Hancur luluh seluruh jiwanya.
Anak pertama tampan dan elok sangat dikasihinya, harus menerima nasib
sedemikian kejam.
Saat yang mendebarkan bagi Dewi Kasiyan itu tibalah beberapa orang
prajurit Blambangan membawa peti berisi bayi yang masih berumur beberapa
hari. Mereka naik ke sebuah kapal dan segera bergerak ke tengah laut. Di
tengah laut peti berisi bayi itu dibuang.
Anehnya, tidak ada suara tangisan dari peti itu.
Si jabang bayi sepertinya pasrah dan tegar saja menghadapi nasibnya.
Tidak demikian dengan seorang ibu muda yang masih berdiri di tepi pantai
memandangi laut lepas. Air matanya berlinang-linang. Dialah Dewi Kasiyan
atau dalam kisah-kisah lain disebut Dewi Sekar Dadu.
Prabu Menak Sembuyu jadi sangat menyesal. Karena hanya beberapa hari
sejak putra Dewi Kasiyan itu dibuang ke laut. Sang Dewi langsung jatuh sakit
dan tidak beberapa lama kemudian meninggal dunia.

0 ulasan:

iklan etoro

iklan paypal

Pilih Siaran radio anda

 

 

klik "STOP" untuk hentikan siaran radio. Semoga terhibur.

Mengenai Saya

Foto saya
Bandar jengka, pahang, Malaysia